Perspektif Global Profesionalisme Guru dan Inovasi Kebijakan

Oleh:

R. Mustofa

Pengurus Lamdik

Profesionalitas guru dengan cepat menjadi agenda utama kebijakan pendidikan di berbagai negara, karena banyak negara yakin bahwa pengajaran adalah salah satu faktor terpenting yang berhubungan dengan sekolah dalam prestasi siswa. Persiapan serta pengembangan guru merupakan landasan utama dalam mengembangkan guru yang efektif. Misalkan di Indonesia sejak dulu hingga sekarang pemerintah terus berusaha meningkatkan kompetensi guru dengan berbagai program dan pelatihan mulai dari pendidikan profesi guru (PPG), hingga kebijakan guru penggerak adalah bentuk ikhtiar yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru.

Mari kita lihat bagaimana kebijakan dan praktik pendidikan negara-negara maju di dunia dan dalam kesempatan ini saya mengambil dua contoh; Finlandia, dan Singapura. Saya menyoroti cara berpikir negara-negara ini mengenai kebijakan dan praktik pendidikan guru.

Cita-Cita Profesional

Negara-negara yang memiliki cita-cita profesional yang kuat dalam pendidikan dengan sengaja memosisikan guru sebagai sebuah profesi penting dengan basis pengetahuan yang harus dikuasai jika siswa ingin mempunyai kesempatan belajar yang adil. Misalnya Finlandia sejak tahun 1970 an telah melakukan perubahan besar dalam pendidikan dengan penekanan terhadap sistem pendidikan berkualitas tinggi yang adil yang didasari pada penciptaan profesi guru yang canggih dimana semua guru memiliki setidaknya gelar master dua tahun yang mencakup materi pelajaran yang kuat dan persiapan pedagogi, dan mengintegrasikan penelitian dan praktik. 

Menurut Pasi Sahlberg Profesor ternama di Finlandia dalam bukunya “Finnish Lessons” bahwa mengajar telah menjadi profesi yang paling dicari setelah kedokteran, dan banyak guru mengejar gelar doktor. Dalam satu generasi, Finlandia melompat dari negara yang relatif berpendidikan rendah menjadi negara besar di abad ke-21 dengan tingkat melek huruf saat ini sebesar 96%, tingkat kelulusan dan masuk perguruan tinggi yang tinggi, serta nilai tertinggi di semua bidang dalam penilaian PISA. Bukan suatu kebetulan bahwa profesi guru sangat dihormati dan didukung. Pandangan Finlandia bahwa mengajar harus menjadi profesi jangka panjang di mana orang dapat tumbuh menjadi pemimpin dan mengembangkan keahlian seiring berjalannya waktu. Menjadi guru harus sama ‘bergengsinya’ dengan profesi-profesi lain seperti dokter, insinyur, dan advokat. 

Oleh karenanya, standar persiapan penerimaan guru sangat ketat, dan standar tersebut mencakup kemampuan akademis yang kuat dan hasrat untuk mengajar. Mempersiapkan calon guru – yang sebagian besar dilakukan di tingkat pascasarjana – dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, dengan gaji selama mereka mengikuti pelatihan. Persiapan dirancang dengan baik dan hanya ditawarkan oleh Institut Pendidikan Nasional; diikuti dengan induksi yang kuat dan pengembangan profesional. Kompensasinya tinggi dibandingkan pekerjaan lain.

Demikian pula dengan Singapura yang telah berubah dari sekadar mendapatkan guru – yang merupakan tujuan utama selama periode pertumbuhan besar-besaran sistem pendidikannya setelah kemerdekaan pada tahun 1965 menjadi menyediakan guru yang berkualitas. Pada tahun 1997, reformasi Thinking Schools Learning Nation secara eksplisit mendefinisikan ulang peran guru. Seperti yang dinyatakan oleh Perdana Menteri Gok: Setiap sekolah harus menjadi model organisasi pembelajaran. Guru dan kepala sekolah akan terus mencari ide dan praktik baru, serta terus menyegarkan pengetahuan mereka. Mengajar itu sendiri akan menjadi profesi pembelajaran, sama seperti profesi berbasis pengetahuan lainnya di masa depan.

Reformasi ini telah mendorong perubahan dalam perekrutan, persiapan, kompensasi, status dan pengembangan profesional guru di Singapura. Selain itu, Singapura telah menciptakan jenjang karier yang menyediakan berbagai jenis posisi kepemimpinan selama karier yang umumnya seumur hidup. Tangga karir ini melatih dan mendukung waktu bagi guru senior dan master yang menjadi guru dan mentor yang bekerja sama dalam proses persiapan dan induksi guru, sehingga memperkuat seluruh proses serta menghubungkan teori dan praktik.

Baik Finlandia maupun Singapura mengubah konteks pengajaran menjadi konteks yang mendukung secara profesional sebagai bagian dari reformasi pendidikan nasional mereka beberapa dekade lalu. Sejak kemerdekaannya pada tahun 1965, Singapura harus membangun sistem yang sebelumnya tidak ada. Dalam melakukan hal ini, perdana menteri dan pejabat terkemuka lainnya sering menekankan pentingnya guru bagi kesejahteraan nasional melalui pidato, upacara publik, media, kompetisi nasional dan program beasiswa, tradisi dan ritual seperti upacara pelantikan guru dan menggunakan sistem yang kuat untuk menyoroti pekerjaan dan prestasi guru. Guru yang mempunyai prestasi dan pencapaian akan mendapatkan tunjangan gaji yang besar dan pelatihan serta dukungan pembelajaran profesional sepanjang karier. 

Bagaimana Indonesia?

Memang, ikhtiar pemerintah untuk melakukan reformasi dan perbaikan pendidikan terus dilakukan namun hingga saat ini belum kita lihat ada tanda-tanda perubahan yang signifikan. Bahkan penelitian Kusumawardhani yang dipublikasikan di jurnal bergengsi 2017 menemukan tidak ada perbedaan kompetensi yang signifikan antara guru yang bersertifikat profesional dengan guru non-sertifikat. Artinya program profesi guru belum memberikan dampak yang berarti dalam mengembangkan kompetensi guru. 

Apa yang harus kita lakukan? Pertama, butuh komitmen kita bersama untuk benar-benar melakukan reformasi dan perbaikan bukan sekadar memenuhi standard administrasi belaka karena seringkali kebijakan yang baik tidak berbanding lurus dengan implementasinya. Kedua, harus ada monitoring dari pemerintah yang ketat untuk mengawasi implementasi seluruh sistem yang besar dan kompleks bukan sekadar formalitas seperti biasanya. Ketiga, modernisasi sistem harus diakui bahwa sistem yang kita jalankan feodalis dan konservatif. Kita lebih bergairah pada seremonial dan administrasi daripada hal-hal yang substansial. Modernisasi adalah merombak tata aturan atau kebiasaan yang irasional dan sia-sia menjadi rasional dan bermakna. Keempat, selama pelaksanaan reformasi – misalnya guru penggerak- pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada implementasi teknis tetapi juga pada perubahan mendasar dalam pola pikir. Harus dipahami, bahwa budaya yang bekerja dan reformasi kurikulum berakar di tingkat sekolah jadi sebagai langkah maju, upaya itu harus dilakukan dengan melibatkan guru dalam diskusi reformasi.

This site is registered on wpml.org as a development site. Switch to a production site key to remove this banner.